“Peluang di tengah Perang Dagang”

Perang dagang, tepatnya perang tarif yang dimulai oleh Presiden Amerika Serikat Donal Trump memasuki babak baru. Ada peredaan ketegangan untuk nyaris semua negara target selama 90 hari, namun tidak dengan Republik Rakyat Tiongkok. Terhadap produsen global ini, Trump malah mengenakan bea impor sebesar 145%, dan Tiongkok pun membalas dengan mengenakan tarif sebesar 125% terhadap semua produk asal Amerika Serikat. Bagi Indonesia, Amerika Serikta meruakan pasar terbesar bagi produk mebel dan kerajinan. Pertanyaannya, pengenaan tarif sebesar 32% apakah masih ada peluang bagi Indonesia. Ikuti kutipan perbicangan dengan Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur di bawah ini.


WoodNewsID: “Bagaimana dampak kenaikan tarif resiprokal Presiden Donald Trump terhadap ekonomi Indonesia?”

Abdul Sobur: Kenaikan tarif resiprokal tentu memberi dampak signifikan khususnya bagi sektor industri yang bergantung pada ekspor. Bagi Indonesia, ini bisa menekan daya saing produk di pasar global. Sektor mebel atau furnitur sangat rentan karena kompetisinya sangat ketat, dan margin kita sudah cukup tipis. Dampak paling terasa adalah potensi penurunan pesanan, terhambatnya arus perdagangan, dan ketidakpastian investasi.”

WoodNewsID: “Saat ini ada penundaan pemberlakuan tarif untuk 75 negara kecuali China?”

Abdul Sobur: “Kami melihat penundaan ini sebagai peluang sekaligus tanda bahwa masih ada ruang diplomasi. Bisa jadi ini adalah strategi carrot and stick dari Presiden Trump. Bagi pelaku usaha, ini membuka waktu untuk negosiasi antar negara dan menyusun ulang strategi ekspor. Namun tetap waspada, jangan anggap ini kemenangan karena bisa saja gertakan sementara”.

WoodNewsID: “Bagimana dengan ide sarasehan ekonomi yang diutarakan Presiden Prabowo?”

Abdul Sobur: “Langkah ini kami apresiasi. Dialog terbuka antara pemerintah dan pelaku usaha sangat penting, terutama di tengah tantangan global. Namun, kita harapkan sarasehan ini tidak berhenti di seremoni, tapi lanjut ke aksi nyata, terutama dalam reformasi fiskal dan logistik ekspor.



WoodNewsID: “Bagaimana Anda menanggapi rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk “mendiskon” tarif jadi 18%?”

Abdul Sobur: “Langkah Menkeu Sri Mulyani untuk mengefisiensikan beban tarif melalui administrasi dan insentif perpajakan adalah pendekatan yang masuk akal. Namun kami berharap implementasinya cepat, karena pelaku industri sedang dalam posisi genting. Jangan sampai terlalu lama di meja birokrasi.”

WoodNewsID: Bagaimana dampak langsung tarif terhadap industri mebel saat ini?”

Abdul Sobur: “Tarif 32% tentu sangat berpengaruh, terutama terhadap produk furnitur Indonesia yang selama ini mengandalkan competitive pricing. Penurunan permintaan ekspor bisa mencapai 15–25% tergantung jenis produk. Biaya produksi naik, harga jual tertekan, dan konsumen menunda pembelian. Ini bisa menciptakan overstock di dalam negeri.”

WoodNewsID: “Adakah penundaan beli oleh buyer Amerika?”

Abdul Sobur: “Fakta bahwa ratusan kontainer ditahan menunjukkan seberapa serius dampaknya. Pelaku usaha terpaksa melakukan pendekatan ulang ke buyer, menawarkan diskon, atau mencari alternatif pasar. Saat ini, ekspor furnitur ke AS menyumbang sekitar 53.6% dari total ekspor nasional industri mebel.”

WoodNewsID: “Menurut Anda apakah negosiasi merupakan jalur yang ‘aman’?”

Abdul Sobur: “Negosiasi adalah jalan rasional, tapi harus didukung dengan diplomasi perdagangan yang kuat. Pelaku industri berharap negosiasi tidak hanya soal tarif, tapi juga mutual benefit semacam program kompensasi atau joint production.”

WoodNewsID: “Dimana letak bargaining power industri mebel Indonesia?”

Abdul Sobur: “Bargaining power kita ada pada kekuatan desain, kerajinan tangan, dan bahan baku tropis yang khas. Tapi kekuatan itu harus diperkuat dengan regulasi yang mendukung, logistik yang efisien, dan branding negara sebagai pusat mebel berkualitas dunia.”

WoodNewsID: “Lantas bagaimana strategi menghadapi tarif?”

Abdul Sobur: “Strategi yang bisa diterapkan adalah Pertama, efisiensi produksi lewat automasi ringan dan  pengendalian bahan baku. Kedua, perlunya diversifikasi supplier local. Ketiga, rebranding ke segmen premium untuk naik kelas dan menaikkan margin. Terakhir, perluas pasar hingga India, Rusia, dan Afrika. Jangab hanya berpaku pada pasar Amerika Serikat.”

WoodNewsID: “Menurut Anda apa langkah Indonesia dalam menghadapi perang tarif?”

Abdul Sobur: “Indonesia harus memperkuat diversifikasi pasar ekspor, perlu menyederhanakan regulasi ekspor’ memperkuat infrastruktur logistik, dan pengadaan skema insentif ekspor. Kita bisa mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan China di pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa.”

WoodNewsID: Lantas bagaimana tantangan menjadi alternatif rantai pasok global?”

Abdul Sobur: “Tantangannya adalah soal ketersediaan SDM terampil, kapasitas produksi konsisten, dan kepastian regulasi. Jika ini bisa dipenuhi, Indonesia bisa jadi alternatif yang kuat, apalagi di sektor berbasis alam seperti mebel dan kriya.

WoodNewsID: “Untuk itu apa saja harapan ke pemerintah?”

Abdul Sobur: “Kami membutuhkan kepastian fiskal dan perizinan, insentif produksi dan ekspor, Kemudahan akses modal, dukungan promosi global melalui pameran dan perjanjian bilateral.”

WoodNewsID: “Ada kah saran untuk pemerintah?”

Abdul Sobur: “Lakukan diplomasi agresif berbasis potensi industri, dorong pembentukan ‘Ekspor Fund’, fasilitasi konsolidasi UKM untuk ekspor kolektif, dan perlunya membangun pusat logistik ekspor kreatif.”



WoodNewsID: “Oke, sekarang bagaimana dampak ke Global Kriya Nusantara dan bagaimana juga strategi penanganannya?”

Abdul Sobur: “Produk kami, yang menyasar segmen artistik dan luxury pun terdampak terutama dari sisi biaya logistik dan negosiasi harga. Untuk mengatasinya, kami sedang diversifikasi pasar ekspor, efisiensi produksi, dan mendorong model direct-to-consumer melalui digital.”

WoodNewsID: “Lantas negara-negara mana yang menjadi tujuan ekspor Global Kriya Nusantara dan seberapa besar porsi pasar Amerika?”

Abdul Sobur: “Global Kriya Nusantara mengekspor ke Qatar, UEA, Arab Saudi, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat. Porsi ekspor ke pasar Amerika sekitar 12–15%, tapi penting secara brand value dan positioning. Tahun 2025 awalnya kami ingin gencar ke pasar Amerika, namun saat ini kami fokus konsolidasi ke pasar Timur Tengah dan Eropa.”

WoodNewsID: “Menurut Anda bagaimana daya saing Global Kriya Nusantara ke depan?”

Abdul Sobur: “Kami akan terus fokus pada produk berkarakter kuat, kolaborasi dengan desainer dunia, serta eksplorasi digital platform untuk mendekatkan diri ke konsumen global. Kuncinya tetap pada inovasi dan konsistensi kualitas.”

WoodNewsID: “Ceritakan secara singkat dampak tarif ke rantai pasok dan bahan baku?”

Abdul Sobur: “Tarif ini juga mempengaruhi bahan baku impor kami seperti aksesoris logam, packaging khusus, dan pewarna natural. Untuk mebel, sekitar 85% bahan baku kami lokal, namun 15% masih tergantung impor, terutama untuk aksen finishing. Maka, strategi substitusi dan riset material jadi penting.” (WNID/eM)

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketum HIMKI Abdul Sobur: Pertumbuhan diprediksi antara 7 – 10 Persen

Ditundanya EUDR dan Terbuka Jendela Peluang

Perkenalkan, Red Grandis dari Uruguay