Ditundanya EUDR dan Terbuka Jendela Peluang
Akhirnya, sebuah berita menyenangkan pun datang. Komisi Eropa mengusulkan penundaan penerapan Peraturan Anti-penggundulan Hutan atau EUDR. Penolakan sejumlah mitra dagang Uni Eropa menjadi penyebab usulan ini. Aturan ini dinilai sangat disikriminatif dan akan sangat membebani petani atau perusahaan kecil yang selama ini memasok Uni Eropa dengan produk-produknya. Namun Parlemen Eropa dan negara-negara anggota Uni Eropa masih akan membahas usulan yang disampaikan awal Oktober lalu. Jika, sekali lagi jika, disetujui maka penerapan peraturan ini akan ditunda selam setahun kedepan. Dari Desember 2024 menjadi Desember 2025 untuk perusahaan besar; dan dari Juni 2025 menjadi Juni 2026 bagi perusahaan menengah dan kecil. Jadi jangan terburu bersemangat karena masih harus menunggu persetujuan untuk penundaannya.
Sejak awal
pengesahannya, peraturan ini sudah menimbulkan pergesekan dengan banyak pihak.
Tidak hanya dengan mitra dagang, mulai dari Amerika Serikat, Malaysia,
Indonesia hingga Brasil. Peraturan ini dinilai hanya meningkatkan biaya
produksi dan ekspor secara signifikan.
Kalangan industri
pun banyak melihat peraturan ini hanya akan mengganggu rantai pasokan harga
dan memicu kenaikan harga. Uni Eropa hingga kini belum mengeluarkan aturan
turunannya seperti pedoman kepatuhan dan sistem pembanding yang membagi
negara-negara pemasok di dunia ke dalam tiga kategori risiko seperti yang
diatur dalam EUDR.
Pasal
diskriminastifnya peraturan ini sudah mengemuka sejak diundangkannya. Merujuk
pada WoodnewsId, 23 Oktober 2023, Enviromental Policy Director AHEC Rupert
Oliver, dengan tegas menunding peraturan ini sangat diskriminatif terutama pada
pemilik hutan berskala kecil yang merupakan mayoritas di Amerika Serikat. Oliver
juga dengan tajam melihat jika aturan ini akan lebih menyasar pada kayu dan
komoditas yang berasal dari hutan tropis; dan cenderung mengeluarkan komoditas
serupa dari hutan non tropis.
Oliver
mengungkapkan bahwa sistem geolokasi akan menyulitkan lacak balak secara tepat
karena dikepul dari banyak sumber. Trader kayu di Amerika Serikat umumnya
mencampur untuk meningkatkan dan memeratakan kualitas dan kuantitas kayu, namun
karena dikepul dari banyak petani kecil maka ini akan menjadi hambatan dalam
memenuhi persyaratan dari pasar Uni Eropa nantinya.
Selanjutnya
Oliver dan AHEC melihat peraturan ini menimbulkan masalah serius karena dalam
tiap kali pengiriman kayu bulat dan produk-produk turunannya, dari dan ke
Eropa, membutuhkan sertifikat geolokasi. Ini tidak terbatas pada kayu
gelondongan tapi juga produk-produk turunannya seperti mebel dan kerajinan
berbahan kayu. Celakanya, sertifikasi geolokasi harus disertakan dalam setiap
pengiriman.
Kerumitan
semacam inilah yang membuat Amerika menggalang kerja sama dengan berbagai
negara penghasil kayu dan produk-produk turunan kayu dalam menghadapinya.
Menurut Oliver, Amerika Serikat merupakan negara pengekspor kayu terbesar
secara nilai. Ini membuat Amerika Serikat sangat berkepentingan dalam
mencermati pemberlakuannya, apalagi 90% dari kayu bulat yang diekspor
Amerika Serikat berasal dari tanah pribadi yang dimiliki perseorangan. Luas
reratanya kurang dari 10 hektar. Sementara sawmill hanya membeli kayu dari
pemilik hutan dalam radius 25 hingga 100 Mil dari lokasinya. “Sertifikasi tidak
menjadi syarat dalam program pengembangan pasar kayu domestic,” jelasnya.
Dengan segala kerumitannya, Oliver menyebut EUDR sebagai “Very badly written
law!”
Tidak hanya
mendapatkan tentangan dari mitra dagang internasionalnya, peraturan ini juga
ditentang oleh negara-negara anggotanya. Dalam siding di bulan Maret lalu, 20
dari 27 anggota UE mengusulkan penundaan dengan alasan akan merugikan petani UE
sendiri. Jerman menyerukan penundaan peraturan ini pada bulan September lalu.
Situasi ini
memberikan tekanan besar bagi UE, apalagi tidak ada waktu yang cukup bagi mitra
dagang dalam memenuhi semua persyaratan yang dituntut. Namun kini, Langkah
penundaan ini justru diprotes keras kalangan aktivis dan kelompok lingkungan.
Terlepas perdebatan dan pergesekan di dalam UE sendiri, Ketua Komda HIMKI
Jepara Raya Ir. Antonius Suhandoyo melihat celah waktu sempit ini sebagai
peluang bagi negara negara pemasok produk kehutanan untuk mempersiapkan lebih
matang agar mencapai sistem standar yang sesuai pada saat diberlakukan.
“Tentu ini
menjadi kesempatan yang baik bagi ekportir seperti anggota HIMKI, yang mana
masih ada keleluasaan waktu untuk produksi dan mengirimkan produk pesanan. Lebih
lagi adalah ada harapan untuk order baru yang memang pada beberapa saat yang
lalu sudah diindikasikan oleh importir maupun retailer di EU. Hal ini pasti
akan ikut mendongkrak nilai ekspor produk kehutanan kita, tentang besarannya
berapa ini yang masih menjadi tanda tanya,” jelasnya.
Ia pun menghimbau rekan-rekan produsen untuk bersiap mengatur pola produksi yang mendukung pertumbuhan ini. “Jangan sampai kesempatan baik ini lewat tanpa kita ikut terlibat di dalamnya. Manfaatkan waktu yang sempit ini untuk kembali menghidupkan mesin produksi kita dengan mengedepankan efisiensi dan menjaga kualitas serta ‘production delay’,” tegasnya. (WNID/eM)
Komentar
Posting Komentar