PT Green Riverina: Dari Halaman Rumah ke Pasar Global!
Bagi kebanyakan peserta pameran seperti IFEX merupakan sarana tepat dalam memangkas penjualan dan pemasaran produk langsung ke buyer. Hal ini diungkapkan pasangan Managing Director PT Green Riverina Hendro Widiarso, SE, Ak. MM, yang didampingi istrinya Sri herlina, SE, Ak, MM. “Kami sudah mengikuti pameran sejak tahun 2015, dan langsung mendapatkan buyer dari Jepang dan Australia,” ujarnya.
Pasangan akuntan dan mantan auditor, lulusan FEB UI, yang mendirikan
perusahaan pada tahun 2013 paxda awalnya hanya memasarkan produknya kepasar
dalam negeri. Namun godaan ekspor ternyata lebih kuat, dan ini dimulai dengan
mengikuti pameran di Jakarta. Hasilnya tidak mengecewakan, pasangan ini
berhasil menembus pasar Jepang, yang terkenal sulit ditembus banyak eksportir
Indonesia.
“Kuncinya adalah mengikuti requirement mana saja yang dibolehkan, dan
mana saja yang tidak,” ujar Hendro. “Itu
haruslah dijaga benar supaya berlanjut,” sambungnya. Ia mengakui bahwa pihaknya
belajar banyak dari buyer. Ini mulai dari dimensi produk yang harus fix, agar
mebel bisa ditempatkan dengan di rumah atau apartemen di sana. “Space mereka
memang terbatas,” jelasnya. Selain itu menjaga kualitas menjadi keharusan
mutlak.
Yang menarik keberhasilan menembus pasar ekspor tetap membuat pasangan
ini mengikuti pelatihan yang diselenggarakan LBEC pada tahun 2019. Lantas apa
keuntungannya? “Ini agar kami lebih tahu bagaimana strategi penetrasi ke pasar
ekspor selanjutnya,” ujar Hendro. Ia menilai Lembaga itu mengajarkan agar
perusahaan memiliki identitas yang harus dijaga agar memiliki ciri khas. “Tidak
menawarkan semuanya ke pelanggan, tapi ada satu ciri khas dalam
produk-produknya,” jelasnya. Ini membuat pihaknya punya bargaining power lebih
besar dalam berbisnis ke depannya.
Lantas Hendro dan Herlina menunjukkan bahwa produk mebel outdoornya
lebih ringan dan ramping dibanding produk serupa. “Light garden furniture karena kayu framenya tidak besar-besar dan
tebal-tebal,” jelasnya. “Ini bisa membuat perbedaan dengan produk-produk
serupa,” tambahnya. Kelebihan lainnya adalah semua produknya sudah dilakukan
tes dan uji coba oleh European Norm Tools Gmbh. Ini menyangkut uji durabilitas,
konstruksi dan safety dalam penggunaannya, sehingga bisa menghindarkan masalah
yang mungkin timbul di kemudian hari.
“Belum tentu kayu yang tebal punya konstruksi yang bagus. Jika kayu
tebal tapi konstruksinya lemah pun akan sangat berpengaruh,” katanya.
Menurutnya, kayu yang tebal sudah membuat masalah karena bobotnya sudah lebih
berat.
Herlina dan Hendro mengingat bahwa awalnya keduanya nekat mendirikan
perusahaan di halaman rumahnya yang sangat terbatas. “Garasi dijadikan ruang
produksi sekaligus ruang pamer,” kenang mereka. Lantas, dengan rasa percaya
diri keduanya mengundang calon buyer dari Australia dan Yunani yang dikenalnya.
Sambil menunjuk sebuah set mebel outdoor, keduanya menyebut itu merupakan produk
pertama yang diekspor ke Yunani. “Itu juga merupakan produk pertama yang
diorder buyer Australia dan bertahan hingga kini,” jelas mereka.
Keberhasilan produk itu disebut keduanya karena keunikan
produk-produknya. Pertama karena light garden furniture; kedua, karena sudah
diuji laboratorium untuk kontsruksi, safety dan durabilitasnya. Ketiga,
didesain sendiri sehingga tidak dimiliki perusahaan serupa. “Kami mendesain
sendiri dan setelah 2-3 tahun akan muncul desain atau produk baru,” jelasnya.
Itu sebabnya keduanya tidak memusingkan produk-produk penirunya karena memang
produknya sudah tersebar di pasar,” lanjutnya.
Dari hanya mengekspor ke tiga negara, kini sudah merambah ke dua puluh
lima negara termasuk Peru di Amerika Selatan. “Menjaga kualitas, memenuihi
ekspetasi pelanggan, dan menghasilkan desain serta produk terbaru menjadi
kuncinya,” kata Hendro. Keberhasilan itu tidak hanya menjadikan pasangan ini
bisa memindahlan pabriknya dari halaman rumah, tapi juga mendirikan pabrik
keduanya di lokasi berbeda yaitu Mlonggo dan Bondo Jepara.
Pabrik di dua lokasi yang berbeda ternyata berimbas pada persoalan kontrol
operasional dan kualitas, namun keduanya telah menemukan solusinya. “Timbulkan
persaingan agar jika ada kelebihan di satunya maka bisa diaplikasikan di
lainnya,” kata Hendro. Dan “Jika ada kelemahan maka bisa diketahui dan
dihilangkan segera,” lanjutnya. “Saling mengisi di antara keduanya,” tandasnya.
Namun keduanya mengakui pengalaman sebagai auditor membuatnya, tahu mana yang
bisa dan tidak bisa diaplikasikan dalam mengelola bisnis agar kedua pabriknya
berjalan baik.
Sekalipun memiliki jabatan yang sama, namun keduanya memiliki cakupan
kerja dan tanggung jawab yang berbeda. Herlina yang memiliki intuisi bagus bertanggung
jawab pada soal tren dan pemasaran. Sementara Hendro berkutat di produksi,
konstruksi dan desain. Keduanya melihat jika input dari pelanggan sangat
penting. Ini bisa digunakan untuk memprediksi tren yang akan terjadi. Ini
diperkuat dengan pantauan atas internet dan media sosial. “Info dari pelanggan
bisa dilihat sebagai kisi-kisi tren ke depan,” ujar Hendro.
Herlina menyebut pelanggan lebih tahu akan tren di pasarnya. Ini
menjadikan pelanggan sebagai intelijen pasar bagi Green Riverina, “Ini untuk
sisi tren ya,” ujar Hendro. Keduanya melihat tidak semua perusahaan di Jepara
bisa melihat dan menggunakan informasi dari pelanggannya masukan yang bernilai.
Dari keseluruhan informasi yang ditangkap, keduanya mengakui sekitar 70 persen
yang bisa diteruskan menjadi produk akhir. Namun keduanya mengakui desain dari
pihaknya tetap ada. “Input atau info dari pelanggan akan melahirkan modifikasi
atau inovasi desain dari produk yang sudah ada,” ujar Hendro.
Berdasarkan pengalaman, keduanya melihat pelanggan lebih fokus pada
persoalan ergonomis dari produk. Sementara konstruksi tetap menjadi tanggung
jawab pihaknya. “Pelanggan restoran kan tidak mau tahu bumbu apa yang
digunakan, yang penting rasa masakannya disukai mereka,” jelasnya.
Keduanya mengakui sempat mengalami kenaikan yang luar biasa dalam hal
omset ketika pandemi Covid-19 melanda. “Meningkat signifikan dari 2020 hingga
2023 tapi langsung ngedrop sekalipun
tetap berjalan baik hingga kini,” kata Hendro. Menurutnya, produk mebel garden
sangat sejalan dengan anjuran Kesehatan yang mengharuskan untuk berjemur di
panas matahari. “Ini diajurkan World Health Organization agar bisa survive,”
tambahnya. Gerakan ini membutuhkan mebel garden lebih banyak, “Lounger banyak
terjual saat itu,” jelas Herlina.
Faktor kedua adalah terjadinya resesi dunia yang dipicu penyebaran virus
covid-19 justru membuat produk-produknya banyak terjual. “Ini bukan produk high
end sehingga affordable buat calon pembeli,” kata Hendro. Dan terakhir, Working from Home karena adanya
pembatasan mobilitas secara global melahirkan kebutuhan baru akan mebel kantor
dalam rumah guna menset up home office.
Hendro dan Herlina tampaknya masih melihat prospek yang cerah bagi produk-produk mebel asal Indonesia, terutama dari Jepara. Asalkan memiliki identitas, keunikan dan terjaga kualitasnya. Keduanya juga sepakat untuk mengembangkan promosi dan pemasaran melalui pameran berkelas internasional seperti IFEX ke depannya. (WNID/eM)
Komentar
Posting Komentar