Asmindo DIY fokus Menjaga Keseimbangan Pasar

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan tempat produsen besar dalam kerajinan (craft). “Jogja cenderung memiliki keunikan tersendiri yang membuat banyak hasil kerajinannya dilirik manca negara,” ungkap Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Dedy Rochimat. Tidak hanya kerajinan, DIY juga merupakan basis dari sejumlah industri mebel yang terkenal dan di ekspor ke manca negara.


Pasar ekspornya selama ini adalah Amerika Serikat; Eropa seperti negara-negara Perancis, Jerman, Inggris dan Belanda; Jepang, Korea Selantan, dan Tiongkok di Asia; Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan Qatar di Timur Tengah; serta Australia. Sedangkan untuk pasar domestik, produk mebel dan kerajinan asal Yogyakarta sudah lama dipasarkan ke Jakarta, Surabaya, Bandung dan Semarang.


Sayangnya, pasar domestik yang potensial justru jarang dilirik pelaku industri mebel dan kerajinan DIY. Peluang di pasar domestik jika tidak dimanfaatkan malah akan membukan pintu impor. Itu sebabnya Sapto menyebut proyeksi ke pasar domestik akan menjadi salah satu program ke depan, selain upaya pengembangan SDM. “Ini akan mengubah orientasi pasar dengan menjaga keseimbangan  antara pasar ekspor dan pasar domestik. Agar jangan sampai peluang yang ada justru digarap kompetitor dari luar,” ujarnya.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asmindo DIY, Sapto Daryono, pihaknya akan menempuh berbagai cara untuk tetap bisa memasarkan produk mebel dan kerajinannya ke semua pasar yang ada. Salah satu caranya adalah mengikuti pameran dagang dan ekspor di dalam dan luar negeri. “Ini cara yang efektif untuk memasarkan produk kerajinan dan furnitur Jogja dan berpotensi menarik pembeli internasional”.

Cara lainnya yang bisa ditempuh adalah bekerja sama dengan agen atau distributor yang telah memiliki hubungan dengan pasar internasional yang dituju. Di samping penjualan on-line lewat berbagai platform e-commerce global seperti Amazon, eBay dan Alibaba. Platform yang bisa digunakan mencari pembeli internasional. Sapto juga tak menampik tawaran untuk bekerja sama dengan pemerintah. “Kami akan tetap berpartisipasi dalam program ekspor yang didukung pemerintah, seperti program Ekspor Kreatif dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif”.


Untuk itu diperlukan upaya membangun hubungan bisnis yang kuat dan berkelanjutan dengan calon pembeli internasional sebagai kunci untuk memasarkan produk mebel dan kerajinan secara berkelanjutan. “Penting untuk memastikan bahwa produk tersebut memenuhi standar kualitas dan persyaratan hukum yang berlaku di pasar tujuan, termasuk masalah sertifikasi dan persetujuan, peraturan impor, dan persyaratan lingkungan”. Selain itu, Ia menekankan perlunya pemahaman seluk-beluk logistik dan proses ekspor, termasuk pengemasan dan pengiriman, “Ini sangat penting dalam menjalankan bisnis ekspor,” tegasnya. Ia juga menekankan perlunya bekerjasama dengan lembaga dan asosiasi perdagangan ekspor yang dapat membantu para pelaku bisnis memahami prosedur dan peraturan yang berlaku.

Data dari Pemerintah DIY menyebutkan nilai ekspor berbagai produk kerajinan dari empat kabupaten dan kota meningkat dari tahun ke tahun. "Realisasi ekspor tahun 2020 dari sebesar USD417,12 juta menjadi USD539,96 pada 2021, dan pada tahun 2022 sebesar USD566,42 juta". Eksportir kerajinan dan furniture terbesar di DIY justru berasal dari Kabupaten Bantul. “Dari total 441 perusahaan di seluruh DIY, 197 eksportir justru berasal dari Bantul,” tandasnya. (WNID/eM)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur: “Pasar akan mulai membaik”

EUDR: “Very badly written law”.

Terobosan HIMKI ke China untuk Meningkatkan Daya Saing Global