Jarrod Lim: Reconnecting people
Berbeda dengan desain-desain yang sebelumnya, yang sangat compact dan multi fungsional; kali ini Desainer Jarrod Lim justru menghadirkan sejumlah desain yang sangat berbeda. Jika sebelum-sebelunya, ia selalu menamp;ilkan desain-desain yang kompak dan multifungsional, desain-desain yang terinsiprasi oleh apartemen mungil yang banyak dihuni Masyarakat Singapura. Kali ini Desainer muda asal Singapura ini menampilkan sesuatu yang berbeda sekali. Out of the box dan tak terprediksi.
Jarrod kembali menghadirkan karya-karya terbarunya dalam pameran Ifmac dan Woodmac yang baru lalu. Desain-desain barunya menjadi pengisi booth American Hardwood Export Council (AHEC). Menurutnya, selama masa pandemi Covid-19 ia sangat jarang berkomunikasi dengan AHEC. Kondisi ini berlanjut hingga paska pandemi bahkan ia tak membahas tema dari desainnya ketika diminta untuk tampil kembali.
“Ini semacam desain yang reconnecting bagi orang-orang di ruang yang berbeda dari sebelum terjadi pandemi,” katanya saat ditemui. Jika sebelumnya, ia diminta menampilkan desain-desainnya 3-4 kali dalam setahun sehingga komunikasinya menjadi lancar, terutama ketika membicarakan tema yang berbeda dari satu ke lain pameran. Kali ini tidak ada pembahasan seperti sebelumnya. “Ini eksibisi pertama selepas pandemi dan mereka hanya menyarankan menggunakan material berbeda dari sebelumnya,” lanjutnya.
Sebelumnya ia sudah banyak menggunakan material berbeda namun kini ia
tertarik menggunakan Thermallly Modifed
Timber (TMT). “Tidak sebagai main
stream karena banyak industri yang belum berpengalaman dalam
menggunakannya,” jelasnya. “Saya sudah berkesempatan untuk mencobanya dengan
treatment dan suhu berbeda dalam ‘memasaknya’ sehingga hasilnya pun berbeda,”
lanjutnya.
Perbedaan temperatur dan ‘memasaknya’ satu atau dua kali bisa membuatnya menjadi rapuh sehingga mudah
dichipping namun sulit diproses
dengan mesin. “Variasi temperatur dan lama memasaknya akan mengurangi moisture content tapi masih mudah untuk
digarap dalam proses produksi berikutnya,” ujarnya.
Lantas ia menunjuk pada stool besar yang didudukinya saat itu. “Ini
berbahan red oak yang dimasak dengan suhu diatas 200oC sehingga
menghasilkan warna yang jauh lebih gelap, namun masih bisa diproses carving
dengan tangan,” jelasnya. “Awalnya banyak yang mengira jika ini terbuat dari walnut,
nyatanya tidak,” lanjutnya.
Treatmen yang digunakan bukan hanya dipermukaan namun menyeluruh hingga
ke bagian terdalamnya,” jelasnya. Ini membuat kayu matang menyeluruh sesuai
dengan yang dikehendaki. “Ini nantinya bisa dilihat oleh publik sehingga paham
kalau memang bukan sekedar surface treatment”.
Yang juga berbeda kali ini, jika desain-desain sebelumnya berorientasi
ke pasar Asia dari sisi dimensi atau ukurannya; kali ini ia menghadirkan kursi
dari white oak yang berukuran untuk pasar Amerika. jauh lebih besa dan lebih
kokoh tentunya. Sementara untuk kursi dari white oak lainya tetap dengan ukuran
Asia namun dengan proses produksi yang lebih rumit di pabrik pembuatannya di
Pasuruan sana.
Ia mengaku jika desainnya tidak lah terlalu matang saat diserahkan sehingga
gambar teknis yang dihasilkan pun tak akurat. Akibatnya produk sampel yang
dihasilkan pun tidak memenuhi ekspetasi. Jarrod pun terbang ke Pasuruan untuk
melakukan major correction.
Terjadilah proses re-cut dan re-join berulang kali untuk mendapatkan
bentuk dan ukuran yang dikehendaki. “Saya ikut langsung bahkan operator sanding
harsu mengamplasnya dengan angle grinder agar mendapatkan bentuk yang saya
inginkan,” katanya. Semua itu dilakukan dalam dua hari kerja, dan “Semuanya dikerjakan
hand made,” tegasnya.
Ia mengakui cukup terpuaskan dengan hasil akhirnya, dan memprediksi
jika produknya akan bisa diterima pasar dengan konstruksi yang diperbaiki ulang
agar lebih kokoh nantinya. Sejauh ini ia mendapatkan reaksi positif
dari khalayak yang melihat karya-karyanya. Ia menambahkan desain yang berbeda
memang ditujukan untuk pasar dan segmen yang beda pula. “Ini memberikan
pengalaman mendesain yang berbeda sehingga kita bisa tahu bagaimana reaksinya.
Namun ia sebenarnya merasa kuatir jika desain-desain justru lebih menyerupai
patung dibanding mebel “Bukan tipikal desain Jarrod Lim lagi,” katanya.
Sekalipun pada akhirnya mereka yang datang menyatakan menyukai dan menyentuh
untuk mendapatkan rasanya.
“Pushing my own style,”
katanya. Jika bertahan dengan garis desin-desain sebelumnya maka
karya berikutnya mudah ditebak. Namun diakuinya jika dengan eskperimen
terakhirnya maka produk-produk mebelnya tidak lagi berharga murah dan cenderung
masuk luxuries item. Sebagai sebuah karya seni, tidak lagi komoditas. Ia
mengetahui dan menyadarinya.
Untuk bisa memuaskan pelanggannya, ia bertekad untuk tidak detour
terlalu jauh dan mencoba untuk selalu menemukan keseimbangan diantaranya. Itu
sebabnya ia menyadari sekali stool bulat yang didudukinya itu benar-benar berat
dan mahal. “Super thick karena terdiri dari laminasi puluhan kayu red oak TMT
dengan berat sekitar 1 Ton” katanya. “Bisakah ini dijual secara utuh karena sangat besar dan berat,” tanyanya sendiri. (WNID/eM)
Komentar
Posting Komentar