Reimagine: The Most Exhilarating, Joyous, Rollercoaster Ride to High Design!

Lima arsitek terkenal India, Annkur Khosla, Naresh V Narasimhan, Prem Nath, Sanjay Puri serta Sonali &Manit Rastogi menghadirkan desain-desain yang mengangkat tema jhoola yang berkolaborasi dengan AHEC dan THINK! Design.

Dalam acara gala pameran Index Mumbai para arsitek ini mengenalkan kembali desain Jhoola atau ayunan bangku pada pameran Index Mumbai, yang berlangsung di Jio World Convention Center di bulan Mei lalu. Kolaborasi antara American Hardwood Export Council (AHEC) and THINK! Design, telah menggugah lima arsitek ternama India yaitu Annkur Khosla, Naresh V Narasimhan, Prem Nath, Sanjay Puri serta Sonali & Manit Rastogi untuk merekreasi mebel tradisional India dengan menggunakan kayu keras asal Amerika. Kolaborasi ini melibatkan pula Bram Woodcrafting Studio yang berbasis di Mysore untuk memproduksi bangku ayunan, dan Adam Markowitz dari Australia yang bertindak selaku mentor dalam proyek desain ini.

Berbicara saat peluncuran, Roderick Wiles, AHEC Regional Director, mengungkapkan “Jhoola merupakan peralatan rumah tangga di India yang kini berkurang peminatannya belakangan ini”. Sekalipun demikian perangkat ini masih banyak dikenang masyarakat India. Untuk proyek ini, para arsitek tersebut diminta untuk menggambarkan kenangannya akan masa kanak-kanak, remaja, dan mencoba untuk menantang mereka dengan perkembangan yang elegan dalam konteks mebel kontemporer; dalam jumlah terbatas jika diproduksi nanti, dan kesemuanya dibuat menggunakan kayu keras Amerika. mereka diberikan opsi menggunakan spesies cherry, mample dan red oak.

Menurut Annkur Khosla, inspirasinya diperoleh dari bentuk anyaman, yang keseluruhan prosesnya melibatkan kerumitan tersendiri. Proses kerja kayu dalam tahapan joinery tidak bisa mengikuti proses tersebut, dan ini bertujuan menggabungkan antara keterbatasan sekaligus mendorong hingga ke batas kemampuan material yang digunakan.







Sementara Sanjay Puri mendesain karya terlihat monolitik dan cair secara simultan dengan dudukan, pegangan tangan dan bagian punggung yang memunculkan dan membentuk penampakan yang sculptural look. Bisa digunakan untuk berayun tapi juga didesain menyerupai benda seni.




Mengomentari perannya di dalam proyek ini, Adam Markowitz mengatakan “Sebagai arsitek, desainer mebel dan pengrajin maka peran saya lebih sebagai peterjemah bahasa, yang menjembatani antara arsitek dengan manufakturnya. “Dalam bahasa terjemahan yang bagus, terselip rasa seni dari penterjemah untuk mengkomunikasikan nuansa dari satu bahasa ke lainnya dan sebaliknya. Secara alami arsitek perlu menjadi generalis dalam rangkaian ruang yang luas yang bisa mengkompromikan bentuk yang akan dibangun, dan ini karena ketidakaan pengetahuan yang detil untuk menggunakan material kayu solid yang memiliki kerumitan besar”.

Pemikiran dan inspirasi desain yang dilakukan Sonali & Manit Rastogi berfokus pada berubahnya komunikasi yang disebabkan pandemi Covid-19. Dengan aturan sosialisasi berjarak, desain Sonali bertujuan menciptakan peluang bagi masyarakat untuk berhubungan kembali dengan teman-teman dekatnya secara aman dan tetap menjaga jarak fisik yang aman. Desain ayunan dipilih untuk memberikan kenyamanan duduk yang memungkinkan untuk santai dan berkomunikasi secara fisik dalam jarak teraman. Desain ayunan dikombinasikan dengan elemen estetik, dan bisa diubah menjadi benda seni jika tidak digunakan.





“Kayu solid butuh dikerjakan bersama, bukannya dilawan, persis ketika anda memaksakan sepotong kayu menjadi sesuatu bentuk yang tidak bisa diwujudkan kayu itu sendiri. Dan biasanya kayu lah yang memenangkannya! Kalangan manufaktur memiliki rentangan dari pertimbangan-pertimbangan yang paling nyata. Ini membatasi pembuatan keputusannya, mereka hendak membuat sesuatu dengan cepat, efisien, dan dengan cara bisa bertahan dalam waktu yang lama tanpa menimbulkan masalah. Terkadang, solusi dengan faktor terkuat, terefisien dan bertahan lama tidaklah mampu mewujudkan desain sesuai harapan. Mediasi antara dua kutub antara desain dan manufaktur sangat lah menantang. Ini butuh fleksibilitas dan kelincahan disisi desainer, dan sensitivitas serta pemahaman akan gambaran yang lebih besar untuk manfakturnya,” jelas Markowitz berpanjang lebar.

Bentukan bangku ayunan Naresh berasal dari elemen popular dalam gambaran Hindola Raga. Dalam kebudayaan India, ayunan secara tradisonal digambarkan sebagai sesuatu yang mewah yang hanya dimiliki kaum bangsawan yang ditempatkan di taman dan beranda. Secara hitoris, dalam berbagai lukisan tradisonal selalu menyertakan keberadaan bangku ayunan ada dalam istana-istana bangsawan India. Lukisan Ragamala adalah bentuk lukisan miniatur India. Satu setnya menggambarkan variasi mode musik India yang disebut ragas, yang merupakan penggabungan seni, puisi dan music klasik India di abad pertengahan. Desain Naresh meminjam ide dari pergerakan, ritme dan asimetri dari lukisan, dengan tujuan untuk menemukan bentuk yang bisa memberikan pengalaman duduk diatasnya dengan fun, rileks dan playful.




Ia sangat menghargai upaya untuk menghidupkan ulang insiatif desain yang dilakukan, dan bisa menempatkan India menjadi bagian dari elite chart tersebut. “Akhirnya tercapai, pada level tertinggi dari konsep dan desain yang dituang dalam Reimagine. Mengkurasi dan mengeksekusi insiatif ini di sini sangatlah melegakan dan traumatis. Sangat indah bisa membuka konsep dan membangun bentuknya, melakukannya bersama generasi baru India dengan sejumlah tantangan. Namun akhirnya, pemenuhan rasa, keterpuasan dan kebanggan yang bisa diperoleh secara bersama. Sylvia Khan, Founder & Creative, THINK! Design menyampaikan penghargaan tertingginya pada AHEC dan semua individual yang terlibat sejak awal. “It's been the most exhilarating, joyous, rollercoaster ride to high design!”

Bagi Prem Nath, bangku ayunan India menonjolkan kombinasi playful outdoor antara tali dan kayu bentangan di cabang pohon dengan menggunakan salah satu bagian bangku rumahan. Ini meberikan sensasi yang mencampur adukan ketegangan dengan kenyamanan dan keamanan. Menonjolkan tambahan dalam tradisi India akan kemakmuran, kenyamanan, rileks dan romansa. Saat membayangkan ulang desain seperti yang dikehendaki maka jawabannya harus seperti bangku anyunan India yang tak lekang oleh waktu. Sekalipun kebanyakan generasi baru India memiliki rumah yang jauh berbeda dari rumah tradisional, dan desainnya pun menonjolkan unsur neo-klasik dengan ornamentation India yang minimal.





Melalui Reimagine, tujuan menyandingkan komunitas dan masyarakat dalam artian luas bisa tercapai, terutama dalam pemahaman akan material yang sustainable. Bekerja sama dengan kalangan arsitek India bisa menunjukkan betapa indahnya karya-karya mereka, sekaligus menumbuhkan kecintaan dan pemahaman akan kemampuan kayu keras yang menjadi materialnya. “We appreciate and are immensely grateful to the 5 architects for their vision, to Adam Markowitz for his skilled mentorship and to Bram Woodcrafting Studio for their master craftsmanship. With a low environmental impact, the hardwoods themselves are repositories of hope for the future of sustainable design,” ujar Wiles. (WNID/eM)

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur: “Pasar akan mulai membaik”

EUDR: “Very badly written law”.

Terobosan HIMKI ke China untuk Meningkatkan Daya Saing Global