Upaya Mendongkrak Ekspor ditengah Suramnya Ekonomi Global
Pelemahan ekonomi global masih akan berlanjut pada tahun 2023 ini. Sejumlah pengusaha di tanah air memprediksi akan tidak adanya pertumbuhan ekspor mebel di tahun ini. Dampak pandemi Covid-19 masih akan dirasakan, diakumulasikan dengan belum berakhirnya konflik Rusia-Ukraina kian menambah suram perekonomian global. Pertumbuhan global diperkirakan melambat dari 6,0 persen di tahun 2021 menjadi 3,2 persen di 2022 dan 2,7 persen di tahun ini. Inflasi global diperkirakan naik dari 4,7 persen ditahun 2021 menjadi 8,8 persen ditahun 2022, sekalipun diprediksi menurun jadi 6,5 persen ditahun 2023 dan 4,1 persen ditahun 2024 nanti.
"Kondisi ini berpengaruh negatif terhadap pemintaan produk furnitur dan kerajinan terutama di pasar Amerika Serikat, Eropa, dan sebagian negara maju lainnya," ungkap Abdul Sobur, Ketua
Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI). Ia menambahkan pihaknya perlu
mengantisipasi tak hanya pelemahan kondisi ekonomi, tapi juga inflasi tinggi dan meningkatnya pengangguran
dalam waktu bersamaan yang menandakan terjadinya stagflasi.
![]() |
Abdul Sobur |
Kondisi ini akan mengubah prioritas belanja kebutuhan masyarakat pada kebutuhan primernya. Ini berdampak pada turunnya belanja kebutuhan sekunder dan tersier termasuk mebel dan kerajinan. Situasi ini menyebabkan terjadinya market shock di industri mebel dan kerajinan yang berujung pada penundaan atau, lebih parah lagi, pembatalan order. Sejak tahun lalu, sejumlah industri mebel di Jepara sudah mengalami penundaan bahkan pembatalan order.
Ekspor industri mebel dan kerajinan Indonesia di tahun 2022
diperkirakan menurun 3,7 persen dibanding tahun 2021, menjadi
USD3,38 Miliar dari sebesar USD3,47
Miliar. Ekspor tahun 2021
merupakan pertumbuhan tertinggi selama satu dekade terakhir, naik 27,23 persen dari tahun sebelumnya.
Di saat merebaknya pandemi Covid-19 industri mebel
dan kerajinan justru menunjukan bertumbuh cukup baik. Secara total ekspor di tahun 2021
ekspor melonjak 27,23 persen terutama ke pasar Amerika
Serikat. Naiknya
permintaan itu dampak kebijakan
stimulus fiskal disamping dampak
perang dagang Amerika-China yang menyebabkan kekurangan
pasokan mebel dari China sehingga memaksa pengalihan order ke Vietnam,
Meksiko, Kanada, Malaysia, Taiwan dan Indonesia.
Amerika menyerap 51 persen produk furnitur ekspor Indonesia. Uni Eropa menyerap 40 persen, sisanya diserap negara-negara Timur Tengah,
Afrika, dan Australia. Namun kondisi ini tidak
bertahan lama, dan ditandai dengan penurunan secara signifikan order yang masuk
sejak pertengahan tahun lalu.
Mengantisipasi ini, HIMKI berupaya menyusun strategi mitigasi dan antisipasi jika kondisi kian
memburuk. Salah satunya adalah dengan membuka pasar baru di luar pasar
tradisional Indonesia seperti Amerika dan Eropa. “Sejak tahun lalu, kami sudah
menyasar pasar India, Timur Tengah dan Afrika terutama Afrika Selatan,”
ujarnya.
Dengan penetrasi ke emerging market,
Sobur optimis untuk mendulang pertumbuhan sebesar 6-8 persen pada tahun ini.
Sekalipun pada kuartal pertama tahun yang sama mengalami kelesuan yang
signifikan. Menurutnya, industri ini akan bertumbuh positif di kuartal kedua usai digelarnya pameran Indonesia International Furniture Expo
(IFEX) yang akan diselenggarakan 9-12 Maret 2023 di Jakarta International Expo, Kemayoran. “Kemungkinan akan ada kenaikan di kuartal kedua, dengan target transaksi sebesar USD250 Juta dan follow up sebesar USD1 Miliar dalam tiga bulan
berikutnya,” ujar Sobur. “Sekitar 35 persen omset diperoleh dari order yang diperoleh lewat
pameran Ifex,” lanjutnya.
Ia mengklaim Ifex merupakan pameran
terbesar di Kawasan Asia Tenggara, dengan menempati lahan seluas 60.000 Meter
Persegi. Diikuti oleh 600 exhibitor, dengan target 12000 pengunjung dari lebih
120 negara. Untuk mempertahankan pertumbuhan yang disasar itu, Ifex tidak hanya
diselenggarakan pada bulan Maret namun juga pada bulan September 2023. Ini
membuatnya optimis ekspor akan bertumbuh sebesar 8,7 persen, menjadi USD3,67 Miliar.
Strategi lain yang juga diterapkan
adalah berupaya masuk ke pasar dalam negeri Indonesia. Namun Sobur mengakui
bahwa 99 persen anggota HIMKI merupakan produsen sekaligus eksportir sehingga tidak
terbiasa dengan kondisi pasar domestik. “Cost structure untuk ekspor jauh lebih
pendek dibanding hal serupa untuk bisa bermain di pasar domestik,” ujar Country
Manager APPTimber Indonesia Ihda Fuad Adikusuma. Ada sejumlah ada pos
pembiayaan yang tidak didapati pada bisnis berorientasi ekspor, jika hendak bermain di sektor proyek seperti
biaya gudang, perawatan hingga repair sebelum serah terima dilakukan.
Sekalipun tergiur dengan potensi
pasar domestik yang digadang-gadang bernilai besar, namun tidak membuat industri mebel nasional
lantas banting setir secepatnya. “Strateginya
adalah tetap terlebih dulu mencoba masuk ke emerging market seperti India, Timur Tengah dan
Afrika. Setelah itu baru lah memperkuat pasar domestic,” ujar Sobur.
Penetrasi ke pasar domestik butuh waktu lebih panjang, mulai dengan
membuka gerai, jaringan distribusi dan branding.
“untuk yang sudah lebih dahulu bermain di pasar ini tentu akan lebih mudah,”
tambahnya. Diakuinya pasar domestik teramat seksi karena besarnya pertumbuhan
kelas menengah Indonesia. Ia menduga nilai belanja akan produk mebel dan
kerajinan sudah mencapai triliun Rupiah sehingga mengundang, bahkan sudah
didominasi jaringan peritel asing.
Alih-alih penetrasi ke pasar domestik, HIMKI lebih memilih menyerbu emerging market. Bahkan Sobur menyebut pihaknya sudah merencanakan berpameran di
India dan negara-negara Timur Tengah dalam tahun ini. Untuk itu maka sudah
dipastikan dukungan pemerintah guna membangun sejumlah trading
house seperti house of
Indonesia. “Gerai yang langsung berada di negara-negara emerging market. China malahan mengambil alih gerai-gerai Lexington seharga USD2 Miliar guna memperlancar
bisnisnya. Strategi ini lebih fokus dan langsung mengena. Ini diharapkan direspon oleh pemerintah,” tambahnya. (WoodNewsID/eM)
Komentar
Posting Komentar