Lea Aziz: Kreativitas tanpa batas
Ini merupakan bagian kedua dan terakhir dari Design & Designer yang menampilkan karya-karya Designer Interior Lea Aziz beserta timnya.
Di bagian pertama, Lea menyebutkan keterlibatannya dalam Tim
Basic Design Istana dan Kantor Kepresidenan Republik Indonesia di Ibu Kota
Negara baru di Kalimantan Timur. Ia menekankan pentingnya riset dalam menggali
dan mengesktraksi keragamam budaya dari ketiga puluh delapan propinsi Indonesia
saat ini. Semuanya harus terwakili secara berimbang dan ditampilkan dalam desain
bernuansa classic modern tropical.
Lea dan Elenbee juga terlibat dalam proyek beautifikasi Bandara Ngurah Rai, Bali, terutama di sektor kedatangan internasionalnya. Disini, ia mengakui nuansa dan budaya Bali masih sangat kental dan mendominasinya.




Lama bekerja sama
dengan Angkasa Pura I, memicu Lea dan tim desainnya untuk merancang dan membuat membuat board
game seperti monopoli yang berdasarkan passenger experience. Salah satu desainer
mudanya yang dipanggil Gugun yang mendesain hingga mewujudkannya. Ia juga lah yang
membuat dummy berbentuk stupa candi borobudur. Bahkan ia menampilakn animasi
kartun wajahnya dalam salah satu kartunya.
Menurut Lea, permainan ini dilengkapi QR code untuk destinasi-destinasi
yang tercantum. “Scan untuk menemukan informasi tentang destinasi wisata misal
semua informasi mulai dari bandara Yogyakarta International Airpot dan
destinasi wisata di sekitarnya,” kata Lea. Aurport Geeks ini didesain selama
setahun, dan dijual dengan harga IDR IDR 800,000.
Bekerja sama dengan Angkasa Pura I, pihaknya
mendesain signage bandara beserta buku manualnya. “Sebelumnya dibuatkan hal sama
di era normal sebelum pandemi Covid-19 merebak. Juga dibuatkan buku kaporan eksekusinya
pada saat itu,” katanya. Ia juga membuatkan buku panduan pelayana jasa bandara
bagi para penumpang yang berkebutuhan khusus untuk Angkasa Pura I. “Dan sudah
diimplementasikan,” sambungnya.
Perlu diketahui Angkasa Pura I merupakan Badan Usaha Milik
Negara yang bernaung di bawah kementerian perhubungan dan bertanggung jawab
atas pengelolaan bandara-bandara yang berada di kawasan Indonesia Tengah hingga
Indonesia Timur. “Mulai dari bandara di Semarang, Solo dan Yogya hingga ke
bandara-bandara yang berlokasi di Timur Indonesia,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga membuat Airport Standart Manual yang
mencakup seperti budaya, kulineri dan manusianya. Selain itu didesain Tenant Guidelines. Ini dijelmakan dengan
“Pengumuman di semua bandara Angkasa Pura I (AP I) selalu menggunakan bahasa
Indonesia, disusul bahasa Inggris dan bahasa daerah setempat,”. Menurut Lea, Tim
AP I melihat pengguna jasa bandara tidak lagi terbatas pada kalangan berada. “Sekarang
siapapun bisa masuk dan menggunakan jasanya. Di daerah banyak yang tidak
fasih dalam berbahasa Indonesia sehingga diberikan annoucement dalam bahasa
daerah setempat untuk tahu penerbangannya pada jam berapa dan di gate mana. Secara
psikologis kami mempelajari passanger experience,” tuturnya.
Lea dan Elenbee juga terlibat dalam pembuatan konsep ABW atau Activity Based on Workplace di lingkungan Kementerian Keuangan RI. Saat
pandemi berlangsung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyadari bahwa
sekitar 90% dari staf dan pegawai di kementeriannya merupakan milenial. “Ciri khas
dari kalangan usia itu adalah nyaris tidak berinteraksi satu dengan lainnya
dengan baik. Jika mereka berkantor di lantai delapan maka interaksinya hanya
dengan mereka yang selantai,” tutur Lea. Maka dicetuskan lah konsep ABW agar memungkinkan
mereka bisa bekerja di lantai mana saja.
Jika ada kolaborasi lintas bagian, mereka cukup membawa
piranti dan perlengkapan kerjanya ke tempat yang dituju. “Kami bertugas mendesain
dan mewujudkan kosnep itu hingga selesai. Bu Menteri berpikir bahwa dengan
desain yang baik maka milenial akan merasa nyaman untuk berada di kantor,
karena sebagian besar waktu termasuk ibu menteri dihabiskan di kantor,” jelasnya.
Harus diakui jika kehidupan modern ini justru dihabiskan di kantor dan di
jalan. Itu sebabnya kursi-kursi yang digunakan didesain furnihome agar terkesan
homey sehingga membuat bekerja lebih
nyaman. “Yang terpenting adalah kebersamaan satu dengan lainnya, baik sesama
divisi kerja atau dengan divisi kerja yang berbeda,” lanjutnya.
Interior kementerian keuangan saat ini tampil berebeda, tidak lagi terkesan kuno. Perubahan besar lainnya adalah pengurangan luas ruangan kerja yang ada sat ini. Menteri Keuangan, sepeti dikutip Lea, pernah menyebutkan luasnya ruang kerja yang ditempatinya padahal belum tentu seminggu sekali digunakannya karena tugas memaksanya berkeliling Indonesia. “Itu dirombak menjadi workplace yang memungkinkan penghilangan sekat-sekat antara atasan dan bawahan. Itu pesan yang terpenting,” katanya. Diharapkan ini bisa membuat kualitas pekerjaan menjadi lebih baik.
Lea mengutip menteri keuangan
untuk memulainya dari sekarang. Agar bisa terwujud, Lea dan tim Elenbee
mendesain dan menerbitkan buku Guideline
dan Roadmap guna mewujudkan ABW itu. “Ini lucu sekali karena
pemerintah saja sudah memikirkan hingga ke sana. Jadi jangan pernah memandang sebelah mata,”
tambahnya.
Ia juga mengutip menteri keuangan yang menyebutkan bahwa di era
ini anak-anak muda cenderung menolak bekerja di pemerintahan. Milenial berpikir
pemerintah itu jadul dengan way of thinking yang bla bla bla. Terlalu birokratis dan
menjelimet, “Ini yang kami harus buatkan menjadi lebih mudah. Ini agar kalangan
mudia usai paham dan mau untuk bekerja di pemerintahan. Tanpa mereka maka tidak
akan ada regenerasi,” katanya.
Ia mengakui pihaknya banyak belajar. Tidak hanya membuat desain
tapi membuat sebuah sistem bisa bekerja dengan baik di sebuah kementerian. Proyek
ABW ternyata diturunkan pada kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Surabaya
dan Palembang. “OJK merupakan bagian dari kementeria keuangan sehingga desainnya
dibuat selaras,” katanya. Lea kembali mengutip menteri keuangan yang mengatakan
jika desain kantor bagus maka milneial tidak berkeberatan untuk ditempatkan di
daerah-daerah. Mereka tidak akan berpikiran akan berada di tempat yang jadul. “Kami mencoba untuk membuat
mereka berada di tempat yang baik dan layak baginya,” tandasnya.
“The most important thing adalah rasa bangga, this is my office,” katanya. Menurutnya, orang harus mempunyai persepsi berbeda yang bisa membautnya jadi lebih dinamis dan enerjik, sekaligus balancing yang baik. “Jangan sampai kayak kita dulu sewaktu muda yang bekerja dalam ruangan yang berwarna coklat sehingga cepat mengantuk. Semua yang berwarna coklat cenderung membuat penggunanya merasa mengantuk,” lanjutnya.
Menurutnya, sebuah ruang kerja harus berwarna yang mampu membuatnya enerjik dan dinamis. “Ini bukan karena saya seorang desainer tapi lebih karena saya harus lebih enerjik agar bisa menyelesaikan pekerjaan waktunya. Saya dibatasi deadline, dengan skedul yang sangat ketat agar bisa mendeliver semua gambar dan desain ke kotraktor pemenangnya,”tuturnya. (WNID/eM)
Komentar
Posting Komentar