Asmindo Perlu Merumuskan Kemitraan UKM yang lebih Operasional
Menteri Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki mendesak Asosiasi Industri mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) untuk merumuskan kemitraan yang lebih operasional. Hal ini diungkapkannya dalam pidato sambutannya pada Rapat Kerja Nasional Asmindo yang berlangsung di Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, 27 Januari lalu.
Menurut Menteri Teten, ia mengapresiasi kemitraan yang dilakukan perusahaan furnitur besar seperti PT Wisanka. “Ini cocok dengan pola
pengembangan UMKM karena usaha ini tidak memiliki bujet Research and
Development sehingga dilakukan oleh perusahaan besar. Demikian juga
marketingnya,” tutur Menteri Teten. Sementara produksinya dilakukan oleh UMKM. “Saya
kira pola ini akan jauh lebih efisien
dan bisa menggerakan ekonomi masyarakat. Salah satu syarat untuk memasuki pasar
Swiss adalah fair trade. Jika produksinya dilakukan oleh koperasi sudah pasti
fair trade,” lanjutnya. Ini bisa meningkatkan daya saing dan kualitas produk
UKM di dalam dan luar negeri.
Di awal sambutannya, Ia mengapresiasi Asmindo yang telah mendorong
pelaku kerajinan furnitur agar terus bertumbuh, bersemangat, berdaya saing dan
berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, Kinerja ekspor
industri furnitur pada tahun 2021 cukup menggembirakan. Di tahun ini, nilai
ekspornya mencapai USD2,5 Milyar. Meningkat sekitar 33% dari tahun sebelumnya
yang hanya bernilai USD1,9 Milyar. “Target
ekspor furnitur Indonesia di tahun 2025 sebesar USD5 Milyar,” katanya.
Menteri Teten mengutip prediksi Center for Industrial Studies yang
mengungkapkan pendapatan industri furnitur global akan terus meningkat secara
konsisten dari USD 1,3 Trilyun di tahun 2020 menjadi USD 1,6 Trilyun pada tahun
2025. “Ini menjadi acuan untuk meningkatkan ekspor,” lanjutnya.
Di bagian lain sambutannya, sekalipun situasi perekonomian dunia yang
tidak menentu saat ini namun perekonomian Indonesia tetap bertumbuh. Pada kuartal ketiga 2022, pertumbuhannya
mencapai 5,7%. “Ekonomi kita ditopang dengan fondasi domestik dengan 53%
konsumsi rumah tangga yang membuatnya berbeda dengan kondisi global,” katanya.
Tahun ini, diungkapkannya pemerintah akan mengefektifkan belanja
pemerintah. Terdapat usulan baru yang mana 40% belanja pemerintah harus membeli
produk koperasi dan UKM. “Estimasi BPS tanpa ada investasi baru maka
pembelanjaan sesuai usulan itu bisa meng-create pertumbuhan ekonomi sebesar
1,85% dan menyediakan lapangan kerja bagi 2 juta orang. Ini sangat penting
sehingga Presiden memutuskan penambahan porsi produk belanja dalam negeri,”
tuturnya.
Menurutnya, ini bukan berarti Indonmesia menutup produk dari luar. “Khusus
untuk belanja pemerintah, kita ingin mendorong menjadikannya semacam upaya
subitusi impor. Kebijakan investasi akan kian didorong. Invetasi asing akan
didorong untuk bermitra dengan para pelaku usaha di tanah air,” tuturnya. Namun
ia mengingatkan pengadaan pemerintah tetap harus berkualitas sehingga belanja
40% untuk produk koperasi dan UKM tidak boleh mengabaikan kualitas.
Menurutnya pemerintah akan mendorong kemitraan usaha besar dengan koperasi
dan UKM. Di Indonesia baru 7% UKM yang bermitra dengan usaha besar, “Bandingkan
dengan Vietnam yang sekalipun lebih lambat masuk ke industrialisasi tapi sudah
bisa merealisasikan kemitraan sebesar 24,6%. Padahal di UU cota kerja sudah ada
sitmulus atau insentif pajak maupun kebijakan pengupahan untuk pola
subkontraktor koperasi dan UMKM,” katanya.
Konsepnya adalah pemerintah ingin Umenjadi bagian dari industrialisasi.
“UKM jangan hanya bikin kripik dan krupuk tapi sudah jadi bagian dari industrialisasi.
Kalau tidak begini, kualitas produk UKM tidak akan pernah meningkat. Pemerintah
ingin mendorong UKM menjadi bagian dari industri sebagaimana UKM di China,
Korea dan jepang. Sehinggga produknya menjadi lebih berkualitas, berbasiskan
teknologi dan kreativitas,” lanjutnya.
Menteri Teten menyebutkan bekerja sam dengan KADIN telah diresmikan trading
house Indonesia di Swiss. “Dengan trading house maka pengriman UKM yang kecil volumnya
bisa menjadi agregator dan solusi bagi biaya pengirimannya dengan mengekspor
banyak item dalam satu satu kontainer,” katanya.
Fokus kerja sama dengan Uni Eropa adalah komoditas yang merupakan
produk sustainability seperti berbahan
bambu. UE sangat antusias karena pasarnya hanya akan terbuka untuk green industrial plant. “Barangkali di
industri furnitur Indonesia sangat relevan dengan kebijakan ini,” katanya .
Selanjutnya disebutkan dunia usaha perlu meningkatkan penguasaan pasar
dalam negeri. Ini disokong dengan kebijakan belanja produk lokal oleh
pemerintah. Ia berharap Pameran Asmindo di bulan Maret nanti bisa dibuatkan business matching dengan pemerintah
seperti kementerian dan pemerintah daerah. “Agar belanja pemerintah lebih
cepat. Presiden berharap belanja pemerintah tidak lagi dilakukan pada akhir
tahun tapi bisa dipercepat sejak kuartal 1 dan 2,” katanya.
“Nanti akan disetup business matching dengan kementerian untuk
mememnuhi kebutuhan belanja pemerintah pusat dan daerah terutama dalam pengadaan
furnitur. “Mungkin perlu diadakan secara khusus untuk belanja furnitur di Kemendikbud
yang tahun lalu nilainya mencapai IDR 54 Milyar” lanjutnya.
Kementerian koperasi dan UKM akan memperkuat ekosistem UKM dari sisi
produksi, pendanaan, SDM hingga mata rantai pasokan hingga penjaminan pasokan
bahan baku. “Alhamdulillah MoU antara Asmindo dan Perum Perhutani sudah
dilakukan sekalipun masih dalam volume yang terbatas. Ini masih perlu
ditingkatkan karena jangan sampai kayu jati Perhutani hanya bisa diakses oleh
segelintir orang. Ini kan tidak bagus,” katanya.
Menteri Teten juga menyinggung persoalan bahan baku rotan yang belum
termanfaatkan benar. Menurutnya, di Kalimantan Timur saja diproduksi sekitar 10.000
Ton perbulannya, Jawa hanya bisa menyerap 1.000 ton perbulannya. Sisanya
diselundupkan karena kalau tidak digunakan akan busuk rotannya,” katanya. Ia
menghimbau perlu dipikirkan bagaimana mengolah bahan baku rotan karena kebijakannya
menjadi pertarungan. “Kalau di dalam negeri tidak termanfaatkan sehingga
daripada busuk diselundupkan sehingga kita berfikir untuk mengekspor bahan
bakunya. Tapi asosiasi kan mengatakan jangan lakukan itu. Tapi jangan lakukan
itu, jangan sampai kita mendukung upaya penyelundupan juga kan. Butuh R&D
yang lebih agar bisa menghasilkan produk akhir furnitur yang bagus,” lanjutnya.
Menteri teten mengungkapkan di tahun 2023 pemerintah akan memperbanyak
pembangunan rumah produksi bersama. “Semacam factory sharing agar UKM bisa masuk dan agar mempunyai pabrik
sekelas industri modern,” katanya. “Pemerintah tidak lagi membagikan alat
karena rentan salah pembagiannya. Kita mau membangun fasilitas produksi modern
agar bisa dimanfaatkan UKM yang spesifikasinya tergantung pada kebutuhan tiap
daerah,” lanjutnya.
Diakuinya masalah penyediaan lahan menjadi hambatan utamanya sehingga menunda pembangunannya di Klaten. Yang sudah berjalan adalah rumah produksi bersama di Desa Trangsang yang khusus untuk memproduksi furnitur rotan. Lainnya di Aceh dan Sulawesi utara. “Kalau ini berhasil maka akan terus dibangun di lain tempat agar nanti tidak ada produk UKM yang tidak bermutu. Pengelolaannya akan dilakukan koperasi sehingga biaya produksinya menjadi lebih rendah dan manajerialnya selayaknya di industri modern. Itu sebabnya Ia mendesak Asmindo untuk merumuskan pola kemitraan yang jauh lebih operasional. (WNID/eM)
Komentar
Posting Komentar