Ir. Antonius Suhandoyo: “Dipastikan akan hanya ada sedikit shipment di tahun depan.”

Director PT Anugerah Karya Gemilang, yang juga menjabat Ketua DPD HIMKI Jepara Raya, Ir. Antonius Suhandoyo masih belum melihat prospek perbaikan kondisi bisnis global di tahun mendatang. Ia mengakui tahun ini saja sudah terjadi penurunan produksi secara signifikan di Jepara. “Sekitar 60% year-on-year 2021-2022. Jadi hanya tersisa 40%,” katanya. Ia menjelaskan rerata pengerjaan Purchasing Order itu selama satu season dan biasanya di pertengahan season bisa muncul PO turunan baik karena mengganti jadwal shipment atau adjustment kuantitas menjadi lebih banyak atau berkurang. “Dinamika ini di tahun produksi 2022 hanya terjadi satu tipe, hold shipment!”. Ikuti kutipan wawanacaranya dengan Redaksi WoodNewsID dibawah ini.


WoodNewsID: Bagaimana kondisi umum industri mebel di Jepara pada tahun 2022 ini?

Ir. Antonius Suhandoyo: Pertanyaan yang sulit dijawab karena sering disalah artikan sebagai pesimis, namun secara general kondisi perindustrian furnitur Jepara mengalami penurunan produksi. Penurunan ini bisa sebagian disebabkan oleh tidak diterimanya job order atau purchasing order oleh sebagian industri, ada juga permintaan postpone dari order yang sudah diterima oleh beberapa produsen.

WoodNewsID: Apakah mengalami pertumbuhan dari sisi jumlah perusahaan, total produksi dan ekspor? Atau justru mengalami penurunan?

Ir. Antonius Suhandoyo: Kondisi dari pernyataan diatas, menambah hambatan yang semakin memberatkan industri bahkan untuk tetap bertahan. Semoga tidak harus terjadi penghentian kegiatan produksi, yang akan mengakibatkan hal yang lebih menyulitkan bagi industri untuk tidak melakukan hal yang paling menakutkan, Pemberhentian Hubungan Kerja karyawan.

WoodNewsID: Bagaimana situasi dan kondisinya setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan kenaikan suku bunga perbankan? Akankah masih tetap kondusif? Apakah kenaikan ini juga menjadi penghambat kelanjutan mesinisasi industri permebelan di Jepara Raya?

Ir. Antonius Suhandoyo: Kenaikan harga harga sebagai akibat kenaikan biaya energi, sudah pasti berimbas pada terkoreksinya income industri, namun hal ini bukanlah merupakan pemicu lesunya atau terhentinya produksi sesungguhnya. Walaupun suku bunga perbankan juga mengalami koreksi, melalui negosiasi dan juga nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat yang bisa diperhitungkan dengan cermat, industri masih tetap bisa bertahan selama proses produksi berjalan disertai dengan lancarnya aktiva perusahaan. Karena ada ketergantungan rantai pasok, kami sebagai produsen akan bergantung pada pihak kastemer sebagai pemasar. Inilah  yang bisa mengakibatkan terhentinya produksi, manakala permintaan dari pihak buyer terhenti.

Industri furnitur di Jepara sampai saat ini masih sangat bergantung pada permintaan pasar, belum banyak yang memiliki kemampuan mendorong pasar dengan produknya. Lebih jelasnya masih jadi ‘tukang jahit’. Semoga ke depan kita juga bisa mendorong para pengusaha industri furnitur Jepara untuk bisa menjadi produsen sekaligus brand owner untuk produk yang dihasilkan.

WoodNewsID: Lantas bagaimana dengan persoalan kontainer terkini, apakah masih sesulit dan semahal sebelumnya?

Ir. Antonius Suhandoyo: Trend penurunan harga sewa kontainer mulai terlihat.  Penawaran demi penawaran mulai masuk  yang mana rate yang ditawarkan ada kecenderungan menurun. Sangat disayangkan, kesempatan ini tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh kebanyakan rekan rekan pengusaha, karena memang tidak sedang dalam proses pengiriman. Malah sebagian rekan belum menerima PO untuk pengiriman tahun depan.

WoodNewsID: Bagaimana dengan kepemilikan SVLK dikalangan industri permebelan Jepara Raya pada saat ini?

Ir. Antonius Suhandoyo: Mayoritas anggota HIMKI Jepara Raya sudah memiliki sertifikat SVLK ini, dan tidak memiliki kendala berarti untuk proses pengiriman dengan menggunakan sertifikasi ini.

WoodNewsID: Lantas bagaimana juga dengan persoalan keharusan pemilikan sertifikasi Forest Stewardship Council ata FSC? Apakah ini menjadi beban tambahan bagi pelaku industri? Lantas bagaimana solusi yang akan diterapkan terutama untuk industri berskala menengah, kecil dan mikro?

Ir. Antonius Suhandoyo: Jika pola sertifikasi FSC jadi diterapkan sebagai sertifikat yang wajib dimiliki oleh eksportir industri furnitur, maka dipastikan menjadi penghambat laju pertumbuhan ekspor kita bahkan secara nasional. Bukan hanya Jepara. Ini menjadi salah satu topik bahasan yang sedang kami – HIMKI – lakukan di tingkat Pusat bersama dengan pemangku kepentingan Kementrian terkait dan bersama beberapa asosiasi perhutanan. Semoga kita bisa mendorong pola-pola sertifikasi yang sudah dimiliki yang merupakan produk bangsa kita sendiri untuk digunakan.

WoodNewsID: Apakah keharusan kepemilikan FSC akan memperbesar pengalihan penggunaan bahan baku dari kayu?

Ir. Antonius Suhandoyo: Skema produksi yang bersertifikasi FSC diantanya mengatur penggunaan bahan baku kayu yang berasal dari hutan yang dikelola secara Lestari (sustainable forest management), dan hutan produksi bahan bakunya pun harus sudah memiliki sertifikat FSC. Belum banyak pengelola hutan Indonesia yang memiliki sertifkat FSC ini, tambahan lagi kapasitas produksi pengelola hutan-pengelola hutan tersebut juga belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku kayu untuk industri terusannya termasuk furnitur.

Dengan logika sederhana, kita bisa dengan segera menarik kesimpulan, jika kita ingin produk hutan kita meningkat eskpornya, maka harus dengan segera kita tingkatkan kapasitas produksi kayu dari pengelola hutan dan disertifikasi FSC. Mungkin salah satunya dengan menambah jenis kayunya sehingga terjadi penambahan jumlah produksi bahan baku kayunya.

Sebenarnya di dunia internasional, FSC memiliki hutan produksi yang sudah disertifikasi cukup banyak, kualitas bahan bakunya juga bagus. Ada banyak jenis kayu yang bersertifikat FSC salah satunya Eucalyptus Grandis dan masih banyak lagi jenis kayu yang juga bisa dimanfaatkan untuk bahan baku furnitur.

Rasanya sulit menggantikan kayu sebagai komponen utama pembentuk furnitur, melihat sifat mekanik kayu sebagai isolator, mekanisasi pengerjaan yang memakan energi yang relatif kecil dibanding bahan baku selain kayu, ketersediaan yang bisa selalu berlanjut sehingga tinggal tanam kemudian panen dan mengolahnya; menjadikan kayu sulit untuk digeser atau digantikan.

WoodNewsID: Lantas bagaimana dengan isyu resesi global di tahun depan. Seberapa besar dampaknya terhadap keberadaan industri mebel dan kerajinan di Jepara Raya?

Ir. Antonius Suhandoyo: Kita sudah pernah mengalami beberapa rentang waktu yang disebut resesi, mulai dari era perang teluk tahun 1991 atau mungkin sebelumnya juga. Furnitur tetap akan masih selalu dibutuhkan oleh peradaban kita, bagaimanapun bentuknya, apapun materialnya, dalam hal ini tentu para desainer dan produsen memiliki perannya sendiri-sendiri. Industri furnitur di Jepara pun demikian, seiring bergantinya era, pergantian generasi produsen juga terjadi. Kami di Jepara merasakan up and down ini sebagai sebuah proses kehidupan yang semakin menyempurnakan. Kalau boleh sombong sedikit, yang sedang resesi kan paling pasar US dan Europa. Kita gali saja potensi pasar dunia lain selain pasar nasional yang juga tidak bisa dikecilkan.

WoodNewsID: Dengan semua persoalan yang ada, bagaimana dengan situasi dan kondisi industri permebelan di Jepara pada tahun mendatang? Apakah akan terjadi pertumbuhan atau malahan penurunan? Seberapa besar persentase pertumbuhan atau penurunan yang akan terjadi? Di sub sektor mana saja yang akan terjadi kenaikan atau penurunan?

Ir. Antonius Suhandoyo: Kondisi furnitur ekspor Jepara sama seperti kondisi industri woodworking lainnya. Nyaris tidak ada pertumbuhan yang bisa diharapkan. Saya kira kita akan bertahan dengan exisiting demand yang ada sekalipun sudah mengalami penurunan di tahun 2022 ini. Ini jelas tercermin dari komunikasi dengan para buyer yang berapa di antaranya malah belum berani membuat forecast shipment dari exisiting purchasing ordernya.

Dua sub sektor yang mengalami penurunan adalah furnitur garden. Kebetulan karena sales season sudah berakhir yang seharusnya sekitar bulan Mei kemarin, baru bisa ada PO baru diterbitkan.

Untuk indoor seharusnya sudah masuk ke tahapan shipment karena mendekati christmas dan year end, tapi malah ditahan. Tidak boleh ada shipment karena dibilang gudangnya penuh. Sampai bulan ini, belum ada PO baru. Ini dipastikan akan hanya ada sedikit shipment di tahun depan.

Dari perbandingan year on year tahun 2021-2022, penurunannya yang terjadi sekitar 60%. Jadi hanya tersisa 40%.

Rerata pengerjaan PO itu selama satu season dan biasanya di pertengahan season bisa muncul PO turunan baik karena mengganti jadwal shipment atau adjusting kuantitas menjadi lebih banyak atau berkurang. Dinamika ini di tahun produksi 2022 hanya terjadi satu tipe, hold shipment! Kalau hanya hold shipment tak soal. Yang jadi soal karena hold shipment berarti tidak akan ada document sent. No document sent berarti No due date for open voice. Kalau jadi stock maka biaya produksinya jadi seperti ‘terbuang percuma'. Uang matinya bertambah besar.

Kadang kami masih bisa menegosiasikannya dengan buyer, tapi sejauh ini mereka hanya bisa membayar sebesar Down Payment normal. Sekitar 30% dari invoice, bukan dari nilai PO. (WNID)


#OutlookWoodNewsID #WoodnewsID #OutlookAntoniusSuhandoyo #HIMKIJeparaRaya #holdshipment #gardenfurnitureindustry #interiorfurnitureindustry #industrimebeljepara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur: “Pasar akan mulai membaik”

EUDR: “Very badly written law”.

Terobosan HIMKI ke China untuk Meningkatkan Daya Saing Global