Lokakarya Desain Furnitur untuk Peningkatan Ekosistem Furnitur


Dominasi UMKM dalam industri furnitur dan kerajinan Indonesia memerlukan peningkatan kapasitas untuk dapat bersaing dengan perkembangan tren desain furnitur. Pasar furnitur sangat dipengaruhi faktor tren, perubahan kebijakan hingga kejadian luar biasa seperti pandemi. Melihat kebutuhan ini, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Multistakeholder Forestry Programme Fase Empat (MFP4) menyelenggarakan seri lokakarya peningkatan kapasitas desainer dan produsen furnitur agar dapat memperkuat ekosistem furnitur di Indonesia. Lokakarya dilaksanakan di tiga sentra industri furnitur Indonesia, Jepara, Pasuruan dan Yogyakarta.

Pada seri akhir di Yogyakarta, kegiatan ini menggandeng Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO) sebagai mitra utama dan Dinas Perindustrian. Kegiatan ini mempertemukan pelaku industri furnitur dan kerajinan dengan desainer, pengusaha ritel, asosiasi, dan pemangku kebijakan. Menghadirkan enam narasumber dari KLHK, Asmindo, PT Mamagreen Pacific yang merupakan perusahaan desain furnitur, Dekoruma, pakar keseteraan gender dan inklusi sosial dan desainer funitur dan ahli kerajinan. Melalui kegiatan ini diharapkan mendorong komunikasi dan proses berbagi pengalaman serta pengetahuan, sehingga tercipta solusi yang terukur dan kontinyu bagi permasalahan di ekosistem furnitur Indonesia.

Seri akhir lokakarya “Desain Furnitur untuk Mendukung Peningkatan Ekosistem Furnitur” diselenggarakan secara bauran di Yogyakarta pada tanggal 21 Oktober lalu. Kepala Disperindag Daerah Istimewa Yogyakarta Syam Aryajanti, MPA menyampaikan “Industri kriya dituntut terus berinovasi terutama dalam desain yang sesuai dengan tempat dan waktu, agar dapat bersaing di pasar. Untuk dapat berinovasi maka pelaku industri harus memiliki kemampuan memahami desain dengan keterbukaan cara pandang.” Ia menambahkan Disperindag DIY mendukung kegiatan yang dapat meningkatkan produksi kriya di Yogyakarta.

Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Krisdianto Ph.D, mengatakan desain furnitur sangat menentukan produksi hingga pemasaran produk kayu, sehingga kegiatan lokakarya ini merupakan kesempatan baik bagi desainer dan pelaku pasar untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman. “Jangan sampai Indonesia hanya menjadi tukang jahit dan desain-desain ditentukan dari luar, kita mendorong agar desain furnitur juga muncul dari karya-karya anak bangsa.”   

Forest Governance and Policy Manager MFP4 Iwan Wibisono, menyebutkan untuk menjawab tantangan peningkatan daya saing adalah dengan membangun ekosistem industri furnitur yang kuat, yang mana menggunakan sumber bahan baku khususnya kayu dari sumber legal dan lestari. “Jika Indonesia ingin bersaing dan produk furniturnya diterima di pasar, tentu aspek kelestarian dan legalitas tidak bisa dilupakan karena itu merupakan salah satu preferensi pasar selain desain dan kualitas.

Pada tahun 2021, ekspor furnitur Indonesia mencatat rekor tertinggi sejak 2015 dengan nilai lebih dari USD2,04 Milyar. Pandemi mendorong konsumen luar negeri memperbaharui furnitur di rumahnya. Pasar terbesar furnitur Indonesia adalah Uni Eropa dan Amerika Serikat yang mensyaratkan bukti legalitas sumber kayu, Kepala Subdit Sertifikasi dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Yoga Prayoga, mendorong pelaku pasar furnitur untuk menerapkan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). Untuk penguatan pasar dalam negeri, Yoga menambahkan KLHK bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) mendorong Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) membeli produk-produk UMKM furnitur bersertifikat SVLK. “KLHK mengalokasikan anggaran untuk membeli produk furnitur UMKM untuk dibagikan pada acara penting seperti G-20 di Bali, dan juga dalam rangka pengadaan alat kebutuhan kantor,” tambahnya.

Desainer funitur dan ahli kerajinan Satya Brahmantyo mengamini fenomena kenaikan ekspor furnitur Indonesia selama pandemi. “Furnitur asal Indonesia termasuk mahal disbanding produk serupa asal Thailand atau Fiipina, namun buyer tetap memilihnya karena furnitur kita kental akan nilai budaya dan kearifan lokal”. Ia membagikan pengalamannya dalam mendesain furnitur yang ukurannya disesuaikan kemasan pengiriman, agar biaya kirim lebih murah merespon tingginya permintaan pasar daring.

Wakil Ketua ASMINDO DIY Susilo mengatakan untuk mendukung ekosistem furnitur maka kompetensi desainer perlu disertifikasi. Salah satunya melalui inisiasi DPP ASMINDO dan ASMINDO DIY, yakni LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) Furnicraft. Susilo yang juga Ketua LSP Furnicraft mengatakan saat ini tersedia tujuh skema pembelajaran merancang furnitur yang ditujukkan kepada calon-calon desainer dari berbagai universitas di Yogyakarta, seperti ISI (Institut Seni Indonesia), UTY (Universitas Teknologi Yogyakarta), dan Universitas Atmajaya. Ia menambahkan, “Program mendesak selanjutnya adalah mengembangkan skema yang ada sehingga dapat mengakomodir desainer profesional”.

Product Manager Dekoruma Hendry Pangestu mengatakan, “Kita perlu melihat problem industri furnitur dengan lebih luas dan asalnya dari mana. Mungkin problemnya bukan produknya tapi bisa proses atau bisnisnya”. Ia contohkan bagaimana Dekoruma mendesain ekosistem yang dapat mempertemukan desainer furnitur dan desainer furnitur melalui thudio.com.  

Desainer furnitur PT. MamaGreen Pacific Anastasia Sulemantoro menyebutkan untuk menjawab tantangan ekosistem furnitur, desainer furnitur tidak harus selalu dituntut menciptakan desain-desain baru, tapi bisa berinovasi mere-desain. “kalau hanya meniru desain orang lain, tanpa sadar kita membunuh industri kita sendiri,” ujar lulusan Desain Produk ITB ini.

Pakar keseteraan gender dan inklusi sosial MFP4 Dati Fatimah menekankan pentingnya mendesain furnitur yang memperhatikan nilai universal dan inklusif. Terlebih PBB telah menerbitkan “Universal Design” dengan tujuh prinsip di dalamnya. “Universal design bisa menjadi peluang keunggulan kompetitif atau unique selling preposition dari produk furnitur.”

Rangkaian lokakarya ini diharapkan dapat menjadi awal dari kerja sama lebih baik antara pelaku UMKM furnitur dan kerajinan yang bernaung dalam ASMINDO, dengan pengusaha ritel untuk berkontribusi pada peningkatan perekonomian negara dari sektor kehutanan. (WNID/Asmindo)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur: “Pasar akan mulai membaik”

EUDR: “Very badly written law”.

Terobosan HIMKI ke China untuk Meningkatkan Daya Saing Global