Chairman ISWA: FSC bisa jadi Boomerang



Chairman Indonesia Sawmill and Woodworking Association (ISWA) HM Wiradadi Suprayogo menyebut target ekspor mebel dan kerajinan di tahun 2024 sebesar USD 5 Milyar sangatlah berat. Untuk mencapainya butuh upaya besar dan dukungan kuat dalam pemenuhan bahan bakunya. “Ini bisa jadi hanya mimpi,” katanya.

Menurutnya kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Perhutani dan Inhutani merupakan sebuah keharusan guna melakukan terobosan. Tanpa itu, industri mebel hanya akan bermain-main dengan suplair pihak ketiga yang merupakan pedagang ritel bahan baku. “Mungkin untuk memenuhi kebutuhan industri di Jepara masih memungkinkan,” ujarnya. “Tapi untuk mensuplai kebutuhan industri berskala besar seperti Integra sudah tidaklah memungkinkan,” lanjutnya. 

Yang paling utama dalam pembahasan suplai bahan baku sebenarnya adalah jangan sampai ada peraturan yang memberatkan dan membelenggu industri sehingga sulit sekali berjalan karena aturan-aturan itu. “Posisi kita hingga hari ini adalah masih bergulat dengan ketersediaan bahan baku,” jelasnya.

Itu sebabnya ia menyebutkan jangan sampai ada peraturan-peraturan baru yang justru akan membebani, dan membuat pelaku industri malah terpuruk. Ia melihat gejala ini kian menguat dengan adanya gerakan kampanye dari lembaga sertifikasi internasional Forest Stewardship Council (FSC) ke kementerian dan lembaga lainnya.

Wiradadi melihat subtansinya sudah berbeda karena dulu Indonesia disuspend dengan alasan illegal logging. Saat ini “Muncul kekuatiran pelaku industri nasioanl yang melihat pengenaan sertifikasi ini tidak akan memberi nilai tambah bagi industri hulu maupun hilir,” katanya. “Ini hanya akan membebani karena meningkatnya biaya yang diakibatkan,” lanjutnya.

Menurutnya, kekuatiran pelaku industri sangat berbeda dengan keinginan pemerintah yang memberikan panggung dan berupaya mengakomodir kepentingan asing itu. “Mungkin saya salah dalam menafsirkannya sehingga bisa jadi kekuatiran ini tidak akan terwujud nantinya,” jelasnya. 

Ia tidak membantah jika sertifikasi yang dimaksud justru bisa menjadi bagian dari entry barrier bagi produk-produk Indonesia ke Eropa dalam waktu dekat.“Bisa-bisa semamput kita dibuatnya nanti,” lanjutnya. Ia melihat Indonesia membutuhkan solusi dan peraturan-peraturan yang tidak menyandera pelaku industrinya karena persoalan-persoalan tadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur: “Pasar akan mulai membaik”

EUDR: “Very badly written law”.

Terobosan HIMKI ke China untuk Meningkatkan Daya Saing Global