Ekspansi ke New Emerging Market

 


Inflasi yang tinggi dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi momok bagi perekonomian nasional. Setelah Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan 0,25%, pemerintah pun menaikan harga jual BBM. Gelombang demo menentang kenaikan harga BBM pun meluncur. Padahal kenaikan harga jual minyak mentah di pasar internasional sudah terjadi bersamaan dengan pecahnya ketegangan Russia-Ukraina. Menanggapi situasi ini WoodNews ID pun berbincang dengan Ketua Umum Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Abdul Sobur untuk menanggapi persoalan ini. 

WoodNewsID: Seberapa besar dampak kenaikan BBM pada industri furnitur nasional? Sebelumnya Bank Indonesia sudah menaikan suku bunga acuan sebesar 0,25 persen, lantas bagaimana kombinasi kenaikan ini? Apakah akan menimbulkan Non Performing Loan lebih besar dan menurunnya daya saing industri nasional?

Abdul Sobur: Biaya terbesar pada struktur biaya industri mebel adalah bahan baku dan bahan penolong. Sebagai contoh biaya produksi untuk mebel berbasis kayu dan rotan rata-rata 60-70 persen, diikuti biaya tenaga kerja langsung yakni sekitar 13-14 persen. Biaya pengiriman atau distribusi maksimal 3-4 persen. Dari situ kita dapat simpulkan bahwa naiknya BBM rata-rata 31 persen ini dampak langsungnya terhadap kenaikan biaya produksi di sektor industri kami tidak signifikan. Artinya komposisi biaya pengiriman atau istribusi berubah dari 3-4 persen menjadi 4-5 persen dengan asumsi biaya lainnya tetap.

Jadi, ketika BBM naik berapapun kenaikannya maka dipastikan akan memicu kenaikan komponen biaya variabel lainnya pada struktur produksi. Inilah yang dikhawatirkan para pelaku usaha industri, karena secara umum berdampak pada biaya logistik secara luas.

Kemudian, adanya kenaikan suku bunga acuan BI sebanyak 25 basis poin atau 0,25 persen menjadi 3,75 persen tentunya akan memebani pelaku usaha terutama UMKM yang dipastikan akan semakin terbebani oleh naiknya suku bunga pinjaman. Pinjaman modal usaha ini sebagian besar digunakan untuk membeli bahan baku dan bahan penolong untuk produksi. Dengan semakin mahalnya bunga pinjaman, maka mereka akan kian terbebani dalam biaya produksinya.

Jadi, adanya kombinasi kenaikan suku bunga acuan dan kenaikan BBM dipastikan akan berdampak pada kenaikan biaya produksi secara nasional.

WoodNewsID: Lantas bagaimana pengaruh tingginya inflasi di Eropa Barat dan Amerika Serikat terhadap daya serap akan produk furnitur Indonesia?

Abdul Sobur: Produk mebel dan kerajinan merupakan kebutuhan sekunder bahkan tersier. Tingginya tingkat inflasi di Eropa Barat dan Amerika Serikat berimbas terhadap terjadinya "Market Shock" di industri mebel dan kerajinan nasional.

Sebagai gambaran bahwa ekspor Januari-Juni 2022 dibandingkan ekspor periode yang sama tahun sebelumnya hanya naik 9,8%, sedangkan pada tiga bulan pertama secara kumulatif dibandingkan tahun sebelumnya naiknya cukup signifikan yakni 15,9%.

Tujuan ekspor terbesar industri mebel dan kerajinan indonesia adalah Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang kini mengalami permasalahan dengan tingkat penyerapan pasarnya. HIMKI akan mencoba mengarahkan anggotanya dan memulai penjajakan pasar emerging market yaitu India, Timur tengah dan Afrika sebagai solusinya. Sambil berbenah dan memulai menggarap potensi pasar dalam negeri yang sangat besar.(WNID)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur: “Pasar akan mulai membaik”

EUDR: “Very badly written law”.

Terobosan HIMKI ke China untuk Meningkatkan Daya Saing Global