Antonius Suhandoyo: Quantum Leap
WoodNewsID: “Bisa cerita membidangi apa saat pertama bergabung
dengan HIMKI?”
Ir. Antonius Suhandoyo:
“Pertama kali bergabung
dengan HIMKI langsung diminta membidangi produksi agar bisa menularkan proses beproduksi massal yang benar. Di saat awal, masih banyak prioritas yang harus dibenahi seperti mengadakan
pelatihan bekerja sama dengan Sekolah Menengah Industri Kerajinan di Jepara. Ada animo teman-teman pengrajin menuju proses produksi yang
benar ada, namun yang tidak ada justru kemauannya. Banyak yang tidak paham proses
kerja yang bolak-balik itu sebenarnya
merugikan”.
“Dulu banyak pengrajin yang menolak
menggunakan material yang sudah diproses Kiln and Dry (KD) atau yang sudah dioven. Alasannya hanya karena kelamaan
menunggu. Kerja mereka memang lebih cepat tapi kemudian harus mengulangi
prosesnya dari awal ketika sudah selesai. Jadi sama saja hasilnya. Mending lambat diawal tapi bisa selesai
dalam sekali jalan. Kami tidak bisa merubah mindset
mereka hanya dengan bicara dan bicara. Mereka hanya akan mendengarkan jika kami
hanya bicara dan bicara”.
“Yang dilakukan adalah sambil mendorong agar tetap berjalan, kami
memberi order dengan syarat pemenuhan komponen
Moinsture Content dan
detil konstruksi yang baik sehingga setelah diproses tidak akan bolak-balik
hanya untuk perbaikan. Ini membuat mereka merasa terbatasi. Ketika berurusan
dengan uang, para pengrajin menyerah. Kalau persyaratan tidak terpenuhi, pembayarannya
akan ditunda”.
“Persoalan
lain yang tidak
kalah pelik adalah kian berkurangnya jumlah
pengrajin dari waktu ke waktu, entah karena berkurangnya minat atau
berkurangnya volume produksinya. Untuk menjadikan pengrajin
butuh waktu lama untuk mencapai taraf skilled.
Belum lagi pengakuan atas karya-karyanya. Kalangan usia muda di Jepara cenderung memilih bekerja di sektor modern yang tidak butuh skilled dan
akhir bulan terima gaji dan memperoleh status
pekerja sektor modern yang dinilai lebih bergengsi”.
WoodNewsID: Itu persoalan klasik. Tidak kunjung ada
solusinya?
Ir. Antonius Suhandoyo: “Pengurus HIMKI Jepara Raya bersepakat mengangkat
sejumlah persoalan yang mendesak untuk dikembalikan. Kerajinan ukir kan sempat menghilang dari ranah orang
Jepara. Untuk itu, di HIMKI diadakan wakil ketua yang mebidangi persoalan ini.
Tugasnya sangat fokus pada rekrutmen kaum muda serta riset dan pengembangan. Berikutnya adalah mengajak
kalangan wiraswasta atau manufaktur disini untuk terlibat langsung. Butuh waktu untuk melihat hasilnya”.
“Saya melihat tumbuhnya tren perubahan sikap dan perilaku dikalangan pengrajin muda, terutama yang
mewarisi Industri kerajinan dari orang tuanya. Regenerasi
ini memungkinkan terjadinya pengenalan, pemahaman dan penataan ulang proses
produksi yang sudah ada”.
“Kami coba memanfaatkan kreativitas
kalangan muda Jepara Raya yang memiliki gadget dan applikasi. Mereka sambil
nongkrong di fasilitas produksi orang tuanya bisa memotret
produk dan menjualnya di laman facebooknya atau aplikasi media soaial lainnya.
Uang bisa
dihasilkan dari kegiatan itu. Teman-temannya
sambil main ke tempatnya, memotret produk dan mempostingnya. Ketika
mendapatkan order, mereka kebingungan memfollownya”.
“Kemampuan atau ketertarikan kalangan
muda ini bisa ditampung. Tidak sedikit anak muda disini yang mulai menggeluti
bisnis kerajinan dan furnitur orang tuanya, atau malahan mereka buka usaha baru
dan membangunnya sendiri”.
“Di kawasan Tahunan, Jepara, ada sejumlah anak muda yang berbisnis dan mengerjakannya dengan benar. Padahal
bukan lulusan sekolah vokasional kayu tapi mampu mengerjakan dan menghasilkan
karya yang diakui sangat bagus. konstruksinya juga benar”.
“Anak muda sekarang kalau tertarik pada
suatu bidang maka akan mencari tahu dengan mudah. Sumbernya mungkin dari mbah Gugel atau Youtube. Mereka bisa menemukan dan memperoleh pengetahuan yang
benar bahkan paham proses produksi yang tidak dipahami orang tuanya. Itu
yang saya bilang Quantum Leap. Salah
satunya adalah menggunakan bor yang bisa digunakan secara bolak-balik. Pengetahuan
itu diperoleh dengan browsing. Juga
memodifikasi bor tangan untuk memudahkan
proses produksi tanpa membeli yang baru. Hasilnya
lumayan dan bisa dipasarkan sendiri. Itu ada dan nyata”.
“Kalau bisa diwadahi dan diberikan
pengarahan manajemen dan proses produksi yang dibutuhkan menjadi concern kami. Jika bisa
diperluas bisa menggerakan perekonomian desa sekaligus
menggerakan minat kalangan usia muda”.
WoodNewsID: “Bagaimana situasi industri furnitur Jepara saat
didera pandemi?”
Ir. Antonius Suhandoyo:
“Industri furnitur selama dua tahun belakangan ini benar-benar up and down. Saat awal pandemi, belum terasa dampaknya terutama saat mulai merebak
di China. Kondisi berubah
drastis ketika
pandemi sudah menghantam Eropa dan Amerika. Terjadi
penurunan yang sangat-sangat signifikan”.
Dalam dalam tiga
bulan berikutnya, dipertengahan tahun justru teman-teman di Eropa
dan Amerika berupaya memboost up
penjualannya. Dipertengahan Juni, order yang
masuk ke Jepara bisa mencapai tiga kali lipat dari kondisi normal. Itu terjadi pada kolega-koleganya di
Jepara yang masih bekerja.
Bahkan order yang masuk membuat mereka menjadi waspada akan situasi yang bakal
dihadapi”.
“Dibulan September hingga November tahun lalu mulai terasa dampak
kelangkaan kontainer, yang sekaligus meroketkan biaya pengirimannya. Disitulah terjadi fluktuasi yang sangat tajam. Mungkin
kuartal I pandemi masih bisa terkejar targetnya. Di pertengahan tahun terjadi
sedkit penurunan, lantas terjadilah persoalan logistik sekalipun kondisinya permintaan
tetap naik dan masih belum selesai proses produksinya saat
itu”.
“Bagi koleganya cukup tanggap atau yang sudah mapan karena
brandnya sudah lama tenar, kelangkaan kontainer tidak lah berdampak besar.
Permintaan yang masuk meningkat namun ketersediaan kontainer hanya 70-80%.
Kondisi ini tetap membuat perusahaan-perusahaan itu rolling dengan stabil. Untuk perusahaan yang melakukan dealnya
dengan middleman di Eropa atau
Amerika lah yang justru terdampak besar”.
“Jumlah industri furnitur yang menjadi
anggota HIMKI Jepara mencapai 368 perusahaan. Industri furnitur besar tidak
sampai sepuluh. Yang juga lancar bisnisnya adalah industri-indusrti
menengah yang berkolaborasi dengan buying agent besar alias papan atas. Pengapalannya masih lancar hingga akhir Januari 2021”.
“Untuk industri-industri yang marketingnya digarap oleh middleman importir,
beneran menderita. Mereka
tidak bisa
menyiasati lonjakan rate yang terjadi
sehingga bisnisnya macet sejak pertengahan 2021 hingga
kini. Benar-benar macet. Digaan saya adalah kekuatan finansial
mereka untuk membayar freight cost
sudah banyak menurun, sedang barang belum bisa terdistribusi mencapai outlet pelanggannya. Ini cukup berat. Ada salah satu rekanan pengusaha Jepara yang berada di
Eropa bercerita kalau kontainer-kontainernya
tertahan di depo pelabuhan dalam waktu cukup lama.
Tidak bisa diangkut untuk distribusi ke toko-tokonya. Padahal saat itu toko-toko pelanggannya sudah sangat membutuhkan pasokan barang.
WoodNewsID: “Sebenarnya
cerita misteri kelangkaan
container itu seperti apa?”
Ir. Antonius Suhandoyo:
“Ada berbagai versi mulai dari yang masih tertahan dikapal dan pelabuhan hingga
yang sudah bisa didistribusikan karena memiliki armada transpor sendiri. Yang
sulit dipahaminya adalah kontainer bisa tertahan di kapal selama bulanan. Ijin masuk
ke pelabuhan sangat lama keluarnya. Diduga ini menjadi alasan meroketnya freight cost untuk mengcover biaya tertahannya di kapal.
Menjelang imlek tahun
2022 saya dan teman-teman mendengar isyu banyaknya
kontainer yang masuk ke Indonesia karena pabrikan di China sana sudah banyak yang libur jelang imlekan. Apakah kondisi
ini bisa menurukan harga, saya masih ragu. Kunci untuk menstabilkan
harga harus bisa dinormalisasi sehingga menjadi tercipta keseimbangan lagi. Butuh
pencapaian perimbangan baru. Kalau ditanya kapan terjadinya, saya tidak berani
menjawabnya”.
“Ketika
dunia kian menglobal dan terbuka adalah sebuah keniscayaan bagi konsumen di
manapun untuk berbelanja dan mendapatkan barang kebutuhannya dari manapun.
Sehinga ketika disebutkan akan terhentinya industri ekspor, akan melawan arus
globalisasi. Jadi tidak masuk logika. Itu yang perlu disikapi”.
“HIMKI mendorong kementerian agar
pemerintah mengusahakan armada atau sealiner sendiri yang mandiri. Bukan
seperti yang dijawab Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir. Itu yang kami dorong. Yang
terdekat kami usahakan joint slot
misalnya kapal asal China yang mau ke Eropa, singgah di Singapura untuk
memuatkan kiriman kami. Tapi ini kurang menggigit karena namanya juga joint slot. Kalau ada ya dikasih, kalau tidak
ya sorry aja. Opsi-opsi ini normal tapi sulit terealisasikan. Kendala utamanya
adalah kapalnya yang tidak jalan”. (WNID/eM)
#woodnewsid.blogspot.com
#bincangantoniussuhandoyo
#quantumleap
#mebeljepara
Komentar
Posting Komentar